PEMBERIAN HIBAH TANAH
OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
KEPADA INSTITUSI
PEMERINTAH ATAS SUATU KLAUSAL
WAJIB IZIN DARI DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
INDAH RAMADHANY
ABSTRAK
Hibah tanah oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II Otonom (Kabupaten/Kota), belum banyak dipahami
secara aturan hukum, selama ini para pejabat aset di daerah dan keberadaan DPRD
dengan fungsi pengawasannya terpaku dengan neraca akuntasi modal yang menitik
beratkan pada pelepasan suatu aset tanah milik daerah akan mengurangi modal yang
berimplikasi pada ketidakseimbangan, dan menjadi nilai negatif pada pemeriksaan
pembangunan oleh Lembaga negara. Semua itu harus diluruskan dalam perspektif
pembangunan berkelanjutan, tidak hanya terkungkung dengan sebuah paradigma,
melainkan wajib melihat pada aturan yang berlaku dan kepentingannya serta tidak
menilai secara sepihak penafsiran gramatikal yang tidak menyeluruh.
PENDAHULUAN
Perkara hibah tanah dari
Pemerintah Daerah kepada Institusi Pemerintah lainnya dalam hukum acara
menekankan pada prosedur pelaksanaannya, adalah hal yang tidak logis segala
sesuatu oleh aparat penegak hukum selalu dibawa keranah tindak pidana korupsi
dan terkesan hanya menunjukkan ketidakbijakan suatu organ judisial selama ini
di negara demokratis dan mengenyampingkan suatu unsur penyelidikan berdasarkan
logika serta konstruksi normatif. Banyak sekali saat ini segala sesuatu
diarahkan pada momok penegakan hukum yang tidak semestinya. Hibah tanah oleh
Pemerintah Daerah tidak dapat dikatakan menuju ranah tindak pidana korupsi
apabila dilaksanakan secara benar berdasarkan suatu akuntabilitas yang nyata
dan sesuai aturan tidak akan ada suatu kerugian negara apalagi diserahkan juga
kepada pihak pemerintah yang hanya berlainan wilayah, kecuali terjadi tumpang
tindih fakta dimana penerima hibah membuat suatu keadaan penerimaan sebagai
suatu pembelian, namun juga tidak logis dan memungkinkan demikian.
Keberadaan institusi
Pemerintah lainnya di wilayah daerah, merupakan hal yang biasa seperti
penempatan Tentara Nasional Indonesia untuk divisi Angkatan Laut pada wilayah
daerah Kabupaten/Kota yang berada dipesisir wilayah, atau institusi Angkatan
Darat yang wilayah daerahnya meliputi pegunungan dan dataran tinggi, termasuk
pula institusi pemerintah lainnya yang melaksanakan tugas perbantuan di daerah.
Sehubungan dengan kedudukannya dalam wilayah daerah institusi tersebut
memerlukan adanya suatu tempat kedudukan yang jelas perihal hak atas tanah yang
ditempati, selama ini kebanyakan diberikan suatu pinjam pakai melalui suatu
perjanjian dengan Pemerintah Daerah. Adalah hal yang wajar dan pantas apabila
terkait dengan keamanan wilayah daerah, keberadaan institusi diberikan suatu
tempat terlebih pada persoalan rumah tempat tinggal yang layak bagi
pelaksananya. Tentu Pemerintah Daerah tidak dapat menyediakan rumah hunian buat
pelaksana kerja dari institusi pusat karena berbeda wilayah penggaran keuangan,
yang dapat diberikan hanya berupa tanah melalui pelepasan aset daerah
sebagaimana layaknya untuk tempat hunian dalam luasan dan lokasi yang
ditentukan.
Ketika seorang Kepala Daerah
berinisiatif menghibahkan sejumlah tanah pada lokasi tertentu, muncul
dialektika yang membingungkan, seperti dari pejabat aset daerah akan sangat
berat melepaskan aset daerah yang telah terinventarisir dalam data aset,
sehubungan dengan melepaskan aset daerah ditafsirkan sebagai suatu pengurangan modal
dan menjadi nilai negatif dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dan juga menjadi pertanyaan mendasar dari BPK untuk sejumlah
audit. Pada sisi demikian bagian pengelolaan aset daerah akan sangat menolak
pemindahtanganan, selain itu akan muncul alasan mekanismenya yang sulit
ditempuh melalui tahapan dan pelaporan berbagai macam bentuk. Apabila
diperhatikan sebagaimana layaknya konsekuensi pekerjaan semestinya tidak
disikapi demikian apabila ada aturan yang memberikan ruang untuk pelepasan
aset, tidak perlu ada dialektika demikian. Pada tataran lainnya akan muncul
pula argumen bahwa pelepasan aset daerah berupa tanah memerlukan persetujuan DPRD
yang sulit dicapai, dan akan berpengaruh pada konstelasi politik di daerah.
Apabila seorang Kepala Daerah memberikan suatu kebijakan pelepasan aset akan
menjadi pertanyaan mengapa organnya didaerah seperti tidak bersedia
melaksanakan perintah demikian. Padahal pemberian fasilitas bagi institusi
secara minimal berupa aset tanah untuk perumahan pelaksana kerjanya merupakan
kepentingan daerah, misal keberadaan TNI AL pada daerah wilayah pesisir akan
memberikan keamanan berusaha bagi nelayan pesisir dari gangguan perompak atau
bantuan penyelamatan terhadap situasi alam yang tidak memungkinkan.
Menurut Wahyudi Kumorotomo[1],
bahwa dalam etika pembangunan dirumuskan bahwa tugas utama birokrasi lebih
dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan. Dalam tugas-tugas
pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap
tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam
pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Intinya menurut Wahyudi adalah
seorang pejabat publik harus mampu menjadi agen-agen perubahan (Change agents). Lebih lanjut Wahyudi
menyatakan bahwa wajar apabila para administrator pembangunan diberi hak-hak
untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan
rasional untuk mengambil kebijakan administratif (administratif discreation) supaya pemerintahan berjalan secara
efektif dan proyek-proyek pembangunan yang kerapkali membutuhkan pengambilan
keputusan yang cepat. Sayangnya para administrator tidak mengetahui bahwa
mereka mengembang tugas yang berat yang harus selalu dipertanggungjawabkan
kepada rakyat.
Konsepsi Wahyudi memang
terlihat sangat sosiologis, namun apabila dikaitkan dengan normatif hal
demikian tidak juga dapat dikesampingkan, melainkan diperlukan
penelaahan/analisis/kajian sebagaimana mestinya yang harus dilakukan organ
pemerintahan untuk pencapaian suatu tujuan dengan melihat pada aturan yang
berlaku. Terkait dengan persoalan pelepasan aset daerah berupa tanah kepada
institusi pemerintah, perlu diuraikan agar menjadi terang dan dipahami
kedudukannya dan perwilayahan dengan batas-batas yang jelas.
PEMBAHASAN
A. Pengelola Barang Milik Daerah
Diuraikan dalam hirarki Peraturan
Perundang-Undangan dengan Dasar “Sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-Undangan yang lebih tinggi” segala tindakan pemerintahan oleh Pejabat
Pemerintah adalah Sah “rechmatigheid van bestuur”. Siapakah pengelola barang
milik daerah, sebagaimana tertera pada ketentuan
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara pada Pasal 43 dan Pasal 44, sebagai berikut:
Pasal 43
(1)
Gubernur/bupati/walikota
menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.
(2) Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan
barang milik daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota.
(3) Kepala satuan kerja
perangkat daerah adalah Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya.
Pasal 44
Pengguna Barang
dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik
negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
B.
Kewenangan Dalam Menghibahkan Tanah Oleh Pemerintah Daerah
Sering menjadi suatu
pertanyaan dalam organ pemerintahan di daerah, terkait pemberian hibah tanah
dalam urusan pemerintahan pemberian hibah tersebut atas kewenangan siapa?
Sebagaimana telah ditentukan pada Pasal
49 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa aset tanah yang memang tidak
dimanfaatkan oleh suatu SKPD wajib dikembalikan kepada Kepala Daerah, ketentuan
ini mengembalikan fungsi bahwa sebenarnya pengelola barang milik daerah itu
adalah Kepala Daerah, sebagaimana maksud ketentuan dalam Pasal 43 itu, adalah merupakan
pelimpahan kewenangan dalam rangka pengelolaan yang bersifat mandat (sewaktu-waktu
dapat dilakukan kebijakan oleh Kepala Daerah).
Adapun
bunyi pasal 49 secara keseluruhan, adalah :
(1)
Barang milik negara/daerah yang berupa tanah yang
dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah
Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2)
Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan
bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
(3)
Tanah
dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib
diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/ walikota
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
(4)
Barang
milik negara/daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai
pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah.
(5) Barang
milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk
mendapatkan pinjaman.
(6) Ketentuan
mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 49 sudah menjelaskan
bahwa kewenangan itu bergantung pada kondisi tanah, manakala tanah didaerah
yang tidak diperuntukkan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi
yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Bupati untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
Selanjutnya kita perhatikan
pada ketentuan Pasal 49 ayat 6 yang mendelegasikan kepada Peraturan Kebijakan
secara teknis dan administrasi. Adapun ketentuan dimaksud adalah PP No. 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dirubah dengan
PP No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No. 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Dalam PP No. 6 Tahun 2006,
pasal berkaitan adalah :
Pasal 5
(1) Gubernur/bupati/walikota
adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah.
(2) Pemegang kekuasaan
pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang;
a. menetapkan kebijakan
pengelolaan barang milik daerah;
b. menetapkan
penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c. menetapkan kebijakan
pengamanan barang milik daerah;
d. mengajukan usul
pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
e. menyetujui usul
pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas
kewenangannya;
f. menyetujui usul
pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(3) Sekretaris daerah
adalah pengelola barang milik daerah.
(4) Pengelola barang
milik daerah berwenang dan bertanggung jawab:
a.
menetapkan
pejabat'yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
b.
meneliti
dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
c.
meneliti
dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;
d. mengatur pelaksanaan
pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah
disetujui oleh gubernur/bupati/walikota atau DPRD;
e. melakukan koordinasi
dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah;
f. melakukan pengawasan
dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
Sesuai
dengan kedudukan tanah, Bupati/Walikota sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
barang milik daerah memiliki kewenangan
untuk menghibahkan atau tidak menghibahkan. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 6 Pemendagri No. 17 Tahun
2007, yang berbunyi :
(1) Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
barang milik daerah, mempunyai wewenang :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik
daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau
pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik
daerah;
d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik
daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e. menyetujui usul pemindahtanganan dan
penghapusan barang milik Daerah sesuai batas kewenangannya; dan
f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik
daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Apabila Bupati/Walikota berkeinginan
memindahtangankan tanah dengan cara menghibahkan, dan hibah merupakan salah
satu cara dari pemindahtanganan dan pemindahtanganan merupakan salah satu dari
bentuk tindak lanjut atas penghapusan aset, yang perlu dipahami adalah :
1.
Penghapusan adalah tindakan
menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat
keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa
pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas
barang yang berada dalam penguasaannya.
2.
Pemindahtanganan adalah
pengalihan kepemilikan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari
penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan
sebagai modal Pemerintah Daerah.
3. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daerah
kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.
C.
Kedudukan Persetujuan DPRD
Ada satu pasal yang memerlukan suatu pemahaman lanjutan
dan hal itu sudah ditentukan dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 sebagaimana
tertera dalam Pasal 45, bahwa :
(1) Barang milik
negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan
negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.
(2) Pemindahtanganan
barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan,
dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat
persetujuan DPR/DPRD.
Ketentuan Pasal 45 ini, berkaitan dengan izin DPR/DPRD
menimbulkan polemik ketika, orang hanya mengingat cuma pasal tersebut tetapi
tidak membaca dan mengingat adanya ketentuan pasal lanjutan. Telah dijelaskan
sebagaimana kelanjutannya pada Pasal 47, sebagai berikut :
(1) Persetujuan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:
a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b. tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:
1). sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah
atau penataan kota;
2). harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3). diperuntukkan bagi pegawai negeri;
4). diperuntukkan bagi kepentingan umum;
5). dikuasai negara berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan
tidak layak secara ekonomis.
c. Pemindahtanganan barang milik daerah selain
tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
dilakukan setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Jelas dan lugas bahwa Pasal 47 ayat (1) huruf b
menunjukkan suatu pengecualian.
D. Mekanisme Hibah Tanah Oleh Kepala Daerah
Kepada Institusi Pemerintah
Dalam
pembahasan ini dikemukakan suatu kondisi (contoh) hibah yang dilakuakan kepala
daerah tingkat II otonom kepada institusi pemerintah lainnya, sebagai berikut :
1. Hibah yang
dilakukan oleh Kabupaten Sumba dalam sebuah berita[2] :
Pemerintah daerah Sumba Barat Daya (SBD) mengibahkan 4
hektare tanah miliknya kepada TNI Angkatan Udara. Tanah yang berlokasi di Desa
Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, SBD itu akan dibangun Detasemen TNI AU
Tambaloka. "Dengan dihibahkannya tanah tersebut, ke depan TNI AU akan
mengembangkan matra udara di wilayah Sumba Barat Daya," ujar Kepala Dinas
Fasilitas dan Konstruksi (Kadisfaskonau), Marsma TNI Mukhtar Lutfi, seperti
dikutip Suara Karya dari siaran pers Dinas Penerangan TNI AU (Dispenau) di
Jakarta, Senin (11/2).
2. Hibah yang menjadi polemik di Kabupaten
Kotabaru Kalimantan Selatan[3].
Dalam konstelasi
penghibahan oleh Bupati Kotabaru kepada TNI AL sehubungan adanya permohonan
dari TNI AL, untuk rumah dinas bagi anggota TNI AL dan pejabat yang ditugaskan
diwilayah perairan Kabupaten Kotabaru yang secara langsung secara geografis
terhubung kelaut lepas dan menuju perairan Negara Filipina dan secara khusus
adalah wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tataran pelaksanaan banyak
kendala yang dihadapi atas permintaan hibah tanah tersebut yang utama adanya
friksi dimana LSM, dan DPRD menyatakan wajib melalui persetujuan DPRD sehingga
pejabat aset daerah menjadi lemah dalam pengambilan kebijakan. Pada dasarnya
kebijakan Bupati tidak lain adalah demi menjaga stabilitas daerah dan
kenyamanan nelayan dilaut serta menjaga hubungan kemitraan yang strategis,
selain itu berdekatan dengan lokasi terdapat pembangkit listrik yang menerangi
daerah Pulau Laut tentu memiliki nilai yang vital bagi kelangsungan pembangunan
di daerah, pemberian hibah tanah dari luasan wilayah yang merupakan seperempat
dari Kalimantan Selatan adalah hal yang bijaksana. Dalam konteks ini penulis
memuat penjelasan dari suatu pertanyaan yang dikemukakan sebagai berikut,
dijelaskan :
1.
Apa
yang menjadi dasar pelaksanaan hibah ?
Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah, kenapa beracuan ke regulasi bukan legislasi,
karena Permendagri ini merupakan peraturan pelaksanaan yang memang memiliki
hirarkis turunan dari UU dan PP yang telah ditetapkan.
Hibah disini bukan
hibah dalam bentuk uang atau barang yang dianggarkan dalam APBD untuk
selanjutnya diserahkan kepada penerima hibah, melainkan hibah dalam bentuk
tanah yang terdaftar sebagai aset daerah. Kapanpun Kepala Daerah dapat
menghibahkannya melalui suatu penetapan dengan tidak tergantung pada tahun
anggaran sebagaimana dimaksud apabila hibah barang yang menyangkut dengan
pengadaan barang tersebut berdasarkan penganggaran dalam tahun berjalan. Jadi
patut dicermati bahwa Mendagri No. 900/2677/SJ Tentang
Hibah dan Bantuan Daerah sebagaimana tertera dalam SE tersebut menyatakan …..maka instrumen
pemberian hibah dan bantuan terdiri atas : Hibah, Bantuan Sosial dan bantuan
keuangan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan daerah dan
ketentuan perundang-undangan. Atau dinyatakan sebagai Hibah dalam bentuk Barang
Modal dianggarkan dalam bentuk Program dan Kegiatan oleh SKPD dalam Kelompok
Belanja Langsung. Sebab dalam SE tersebut tercantum :
Bantuan Sosial dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau
barang sebagai berikut :
a.
Bantuan sosial dalam bentuk uang dianggarkan oleh PPKD dalam
Kelompok Belanja Tidak Langsung dan disalurkan melalui Transfer dana kepada
penerima bantuan.
b.
Bantuan sosial dalam bentuk barang dianggarkan dalam bentuk
Program dan Kegiatan SKPD dalam Kelompok Belanja Langsung. Proses pengadaan
barang tersebut dilakukan oleh SKPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan selanjutnya hasilnya diserahkan kepada penerima bantuan melalui penyerahan
aset oleh pemerintah daerah.
Sudah jelas pada poin b adanya proses pengadaan barang atau dalam kalimat
aturan kebijakannya “tanah yang dari
sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan sebagaimana
tercantum dalam dokumen penganggaran. Jelas bahwa tanah yang akan dihibahkan kepada TNI AL tidaklah barang yang diadakan
lagi.
2. Apakah tanah sedang/akan digunakan oleh Pemerintah
Daerah untuk menjalankan fungsi pemerintahan di daerah? Tidak
3. Bagaimana
kedudukan tanah ?
Tahun 2001 Bupati Kotabaru meminjampakaikan tanah
tersebut hingga sekarang masih dalam kedudukan pinjam pakai oleh TNI AL. dan telah dibangun RumdisJab Danlanal.
Kedepannya maunya akan dibangun untuk anggota, karena banyak anggotanya yang
menyewa rumah di Kabupaten Kotabaru, sehingga inkam pendapatan mereka akhirnya
tersedot membayar uang sewa rumah pribadi.
4. Memperhatikan pada ketentuan Pasal 45 ayat (1)
dan (2) proposisinya menunjukkan yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.
Pertanyaannya :
- Apakah Rumdis bagi TNI AL diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas pemerintahan?
Benar
sesuai penyebutan Rumah Dinas Jabatan artinya diperuntukkan untuk pelaksanaan
tugas pemerintahan.
- Apakah tanah dimaksud sebelum dibangun Rumdis dimanfaatkan untuk tugas pemerintahan Kabupaten Kotabaru?
secara
logika kenapa bisa terbangun ditempat itu Rumdisjab Danlanal pada waktu lalu,
karena tidak dipergunakan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan Kabupaten
Kotabaru. Memang apabila diperhatikan secara Gramatikal dari bunyi Pasal 45
ayat (1) menunjukkan kepentingan negara/daerah dalam kedudukannya adalah satu
kesatuan fungsi yakni pemerintahan. Ketika tanah itu diperuntukkan dalam fungsi
Rumdisjab Danlanal proposisinya hanya tidak dapat dipindahtangankan kepada
pihak non pemerintah.
5. Apakah
Rumdis bagi TNI AL nanti merupakan kepentingan negara/daerah ?
benar
merupakan kepentingan negara dan daerah dimana pengambil kebijakan pada satuan
pertahanan negara yang melindungi kawasan pada lokasi wilayahnya harus berada
pada wilayah daerah yang dilindunginya.
6.
Terkait dengan Pemindahtanganan bunyi
Pasal 45 ayat (2) salah satunya dilakukan dengan dihibahkan.
Pertanyaannya :
- Apakah Pemerintah Daerah Kab. Kotabaru dapat menghibahkan atas permohonan hibah dari institusi pertahanan negara (Pemerintah) ?
Pada
proposisi ketentuan pasal 45 ayat (1) kedudukan tanah sudah diperuntukkan untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan yang memohon adalah (pemerintah) bukan
non pemerintah atau peruntukkan lainnya, maka dinyatakan dapat dihibahkan.
- Apakah bunyi “setelah mendapat persetujuan DPRD” merupakan suatu keadaan tidak dapat diinterpretasi yang lain ?
Benar
aturan dibuat ketat tidak dapat diinterpretasi lain dan merupakan suatu
kewajiban “Kecuali” ada bunyi lanjutan dari interpretasi tersebut.
- Apakah ada interpretasi lain selain bunyi akhir kalimat Pasal 45 ayat (2)?
Ada yakni Pasal 47 ada memerintahkan suatu
pengecualian : Ayat (1) huruf a menunjukkan persetujuan DPRD dilakukan untuk
pemindahtanganan tanah, selanjutnya huruf b dikecualikan :
a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b. tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah
dan/atau bangunan yang:
1). sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah
atau penataan kota;
2). harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3). diperuntukkan
bagi pegawai negeri;
4). diperuntukkan
bagi kepentingan umum;
5). dikuasai negara berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan
tidak layak secara ekonomis.
c. Pemindahtanganan barang milik daerah selain
tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
7.
Ketentuan huruf b merupakan alternatif
dari 5 (lima) buah pilihan presisi ayat.
Pertanyaannya :
- Apakah TNI termasuk Pegawai Negeri ?
Berdasarkan ketentuan
UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, Pada Pasal 2
ayat (1) dinyatakan bahwa :
(1)
Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian maka
ketentuan Pasal 47 ayat (1) hurub b angka 3 terpenuhi, dimana peruntukkan tanah
hibah untuk Rumdisjab TNI AL yang merupakan Pegawai Negeri.
- Apakah diperuntukkan bagi kepentingan umum?
Secara
logika benar apabila diruntut dengan cermat, bahwa keberadaan pangkalan TNI AL
pada daerah tersebut berkaitan dengan sarana PLTU yang diamankan sebagai sumber
energi listrik bagi masyarakat di Kabupaten Kotabaru, selain itu untuk
pertahanan keamanan wilayah di Kabupaten Kotabaru keberadaan Rumdisjab yang
serta merta sebagai wadah bagi pengendalian komando pertahanan wilayah
merupakan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.
Dengan
demikian sepanjang diperintahkan oleh UU tidak ada kewajiban bagi Pemerintah
Daerah Kotabaru untuk meminta persetujuan DPRD tanpa merendahkan derajat Badan
Legislatif DPRD sebab yang menetapkan UU No. 1 Tahun 2004 juga merupakan
persetujuan bersama antara Pemerintah dan DPR, artinya sudah memahami
kedudukannya dari persoalan yang dimanifestasikan kedepan, seperti halnya
pemberian hibah tanah kepada TNI AL dalam hal ini yang kedudukannya juga sesama
Pemerintah, selain itu ditunjang dari ketentuan UU. Dari 5 (lima) alternatif
pilihan kewajaran pelaksanaan hibah terpenuhi dua ketentuan yang sebenarnya
salah satu pun dari 2 pilihan berkaitan sudah mencukupi.
Untuk lebih jelasnya
perhatikan pada ketentuan berikut dari PP No. 6 Th. 2006 :
BAB X
PEMINDAHTANGANAN
PEMINDAHTANGANAN
Bagian Pertama
Bentuk-Bentuk dan Persetujuan
Bentuk-Bentuk dan Persetujuan
Pasal
45
Bentuk-bentuk
pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik
negara/daerah meliputi:
a. penjualan;
b. tukar Menukar;
c.
hibah;
d.
penyertaan
modal pemerintah pusat/daerah.
Pasal 46
(1) ……..
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 untuk:
a. tanah dan/atau
bangunan;
b. selain tanah dan/atau
bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
dilakukan
setelah mendapat persetujuan DPRD.
(3) Pemindahtanganan
barang milik negara/daerah berupa
tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat
(2) huruf a tidak memerlukan persetujuan
DPR/DPRD, apabila:
a. sudah tidak sesuai
dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. harus dihapuskan
karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen
penganggaran;
c.
diperuntukkan bagi
pegawai negeri;
d.
diperuntukkan bagi
kepentingan umum;
e. dikuasai negara
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dan/atau berdasarkan ketentuan perundangundangan, yang jika status
kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pasal 48
(1) ………….
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa
tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilakukan'
oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.
Perhatikan
pula pada Penjelasan Pasalnya :
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
-
Tidak
sesuai dengan tata ruang wilayah artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan
milik negara/daerah dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi
kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah
perdagangan.
-
Tidak
sesuai dengan penataan kota artinya alas tanah dan/atau bangunan milik
negara/daerah dirriaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada
perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Huruf b
Yang
dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan
yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi)
sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen
penganggaran.
Huruf c
Yang dimaksud dengan tanah dan/atau bangunan
diperuntukkan bagi pegawai negeri adalah:
-
tanah dan/atau bangunan, yang
merupakan kategori rumah negara golongan III.
-
tanah,
yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya untuk
pembangunan perumahan pegawai negeri. (ini
ketentuan untuk pembangunan Perumahan PNS Kotabaru yang juga sedang dibangun
saat ini/legalitasnya jelas).
Huruf d
Yang dimaksudkan dengan kepentingan umum
adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas,
rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.
Kategori
bidang-bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain sebagai
berikut:
-
jalan
umum, jalan .tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan/atau saluran
pembuangan air;
-
waduk,
bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
-
rumah
sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
-
pelabuhan
atau bandar udara atau stasiun kereta api atau terminal;
-
peribadatan;
-
pendidikan
atau sekolah;
-
pasar
umum;
-
fasilitas
pemakaman umum;
-
fasilitas
keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir,
lahar dan lain-lain bencana;
-
pos
dan telekomunikasi;
-
sarana
olahraga;
-
stasiun
penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran
publik;
-
kantor
pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan
Bangsa-Bangsa, lembaga internasional dibawah naungan Perserikatan
Bangsa-Bangsa;
-
fasilitas Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya;
-
rumah
susun sederhana;
-
tempat
pembuangan sampah;
-
cagar
alam dan cagar budaya;
-
pertamanan;
-
panti
sosial;
-
pembangkit,
transmisi, distribusi tenaga listrik.
Huruf e
Barang
milik negara/daerah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan perundang-undangan
karena adanya keputusan pengadilan atau penyitaan, dapat dipindahtangankan
tanpa memerlukan persetujuan DPR.
PP No.
6 Tahun 2006 sudah sangat jelas memuat ketentuan dimaksud untuk melaksanakan
hibah oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru kepada pihak TNI AL baik
peruntukkannya telah sesuai pula.
E. MEKANISME HIBAH TANAH DARI PEMKAB KOTABARU
KEPADA TNI AL
Data yang diperoleh dalam pelaksanaan hibah tanah,
pada pengelola barang dalam hal ini Bupati dengan pertimbangan Hibah untuk
kepentingan penyelenggaraan pemerintahan yaitu hibah antar tingkat Pemerintahan
dan barang yang dihibahkan merupakan barang bukan rahasia daerah, tidak
menguasasi hajat hidup orang banyak, serta tidak sedang digunakan dalam
pelaksanaan tugas pemerintahan daerah.
1. TNI AL membuat permintaan hibah disampaikan kepada Bupati disertai
penjelasan dan data dukung berkaitan dengan :
a. alasan permintaan hibah;
b. rincian peruntukkan;
c. jenis/spesifikasi;
d. lokasi/data teknis;
e. hal-hal yang dianggap perlu.
a.
Sekda (unsur pengelola barang);
b. Pengguna Barang;
c. dapat mengikutsertakan instansi/lembaga
teknis yang kompeten.
Tugas
Tim
a.
Melakukan penelitian kelayakan alasan/pertimbangan permintaan
hibah;
b.
Mengumpulkan data administrasi :
1). Data tanah
- status dan bukti kepemilikan;
- gambar situasi/lokasi tanah;
- luas dan peruntukkan.
2). Apabila diperlukan
melakukan penelitian fisik atas tanah yang akan dihibahkan untuk mencocokkan
data administratif yang ada.
3. Dalam hal tanah belum
dilakukan penilaian :
- Bupati menugaskan penilai, baik bagian perlengkapan atau SKPD
terkait untuk melakukan penilaian aset tanah tersebut atau meminta penilai
independen.
- Hasil
penilaian dilaporkan kepada Bupati melalui Tim, dalam bentuk laporan dan Berita
Acara Penelitian.
4. Tim yang dibentuk Bupati menyampaikan hasil
penelitian kepada Bupati selaku Kepala Daerah.
5. Berdasarkan hasil penelitian Tim dan data
administrasi tanah, Bupati membuat keputusan perihal persetujuan usulan hibah
atau penolakan permohonan hibah dengan alasannya.
5. Dalam hal usulan hibah disetujui, Bupati
menetapkan Keputusan Pelaksanaan Hibah yang sekurang-kurangnya memuat :
a. penerima
hibah;
b. objek
hibah (detail tanah);
c. nilai
tanah; dan
d. peruntukkan
tanah;
6. Berdasarkan keputusan pelaksanaan hibah,
Bupati melakukan serah terima tanah kepada penerima hibah yang dituangkan dalam
berita acara serah terima barang dan naskah hibah. (untuk pengaturan
pelaksanaan pemindahtanganan melalui bentuk hibah merupakan tugas dari
Sekretaris Daerah).
7. Berdasarkan berita acara serah terima barang
dan naskah hibah, Bupati selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang daerah melaksanakan penghapusan Barang
Milik Daerah dari Daftar Barang Milik Daerah dengan menerbitkan Keputusan
Penghapusan Barang.
8. Keputusan Penghapusan Barang tersebut
dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri.
Dalam pelaksanaan hibah, tentunya pejabat pelaksana
hibah mendapatkan reward secara administrasi untuk tugasnya, walaupun merupakan
pengurangan modal yang terjadi, untuk penganggaran kegiatan pelaksanaan hibah
dapat dianggarkan melalui revisi anggaran atau dimasukkan pada anggaran
perubahan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam
aturan normatif pemberian hibah tanah oleh Kepala Daerah tingkat II Otonom
dtentukan ada yang wajib melalui persetujuan DPRD dan ada yang dikecualikan,
dengan demikian pihak-pihak terkait sepatutnya kembali pada aturan yang telah
disepakati dan memahaminya agar tidak menimbulkan suatu dialektika yang salah
dan mengakibatkan segala tindakan pemerintahan selalu dianggap salah.
2. Aset
berkurang adalah suatu kewajaran dalam hal hibah ditujukan kepada Pemerintah
dengan peruntukkan yang telah diatur dalam aturan hukum.
3. Dalam
konteks kasus Pemberian Hibah Bupati Kotabaru kepada TNI AL, Landasan hukum
“norma” sangat jelas tidak ada
multitafsir bahkan sampai kepada penjelasannya memuat kedudukan pemberian hibah
untuk kepentingan TNI, demikian pula perihal persetujuan DPRD sudah ada diatur
kualifikasinya jadi jangan mengadakan suatu ketentuan lain selain yang diatur
dalam UU, ini sebenarnya yang dimaksud Pejabat menjustifikasi dimana aturan
hukum memperbolehkan dan mengkualifikasi yang mana harus persetujuan dan yang
tidak perlu persetujuan, kita justifikasi total harus persetujuan. Kiranya kita
harus ingat yang membuat UU juga pihak legislatif DPR jadi juga akan dipahami
oleh DPRD sebagai bagian dari suatu persetujuan DPRD atas yang sudah
ditetapkan.
B. Saran
1. Apabila
dinyatakan akan menjadi justifikasi bagi instansi/organisasi non Pemda untuk
memohon hibah, Justifikasi itu bukan dari Pemda tetapi dari aturan hukum memang
memuat ketentuan tersebut dan bagaimana kualifikasinya saja yang harus
diperhatikan/Negara telah mengaturnya.
2. Untuk
teknis pelaksanaan tentunya mengacu pada Peraturan Menteri, apabila SKPD
menganggap ini suatu hal yang panjang prosesnya tidak juga dalam suatu
mekanisme administrasi demikian ditafsirkan sebagaimana tugas yang diemban oleh
seorang pejabat wajib melaksanakannya sebagai bentuk pengabdian, hal demikian
harus dinilai dengan baik dan jangan dijadikan suatu polemik dan menjauh dari
suatu urusan pemerintahan.
3. DPRD
melalui bagian hukumnya wajib menilai aturan terlebih dahulu sebagaimana fungsi
pengawasannya tidak boleh secara langsung membawanya seperti ranah politis,
pada fungsi pengawasan DPRD wajib menempatkan diri kedalam ruang normatif.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Abdul. 2006.
Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada Pemerintah Daerah.
Jogjakarta: UII Press.
Kumorotomo, Wahyudi . 2005. Etika Administrasi Negara. Jakarta:
Rajawali Press.
[1] Wahyudi Kumorotomo, 2005. Etika Administrasi Negara. Jakarta:
Rajawali Press. Hal. 107
[2]http://garudamiliter.blogspot.com/2013/02/tni-au-terima-hibah-tanah-pemda.html
[3]Data diperoleh melalui Kepala Bagian
Hukum dan HAM H. A. Fitriadi FAZ dan Penjelasan diperoleh dari Staf Ahli Bupati
pada Bidang Hukum Achmad Faishal.
[4] Kata Dapat
sebagaimana diatur dalam Permendagri 17 Tahun 2007 tentang tata cara hibah,
artinya bergantung dengan keperluannya, apabila tanah itu sudah memiliki data
dukung penilaian tidak perlu lagi atau memang layak dihibahkan. Pasal 50 Penilaian
barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah,
pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah. Note: Apakah tanah yang akan dihibahkan sudah memiliki nilai dalam daftar
aset daerah, apabila sudah tidak perlu lagi dilakukan penilaian, seperti halnya
apabila tanah telah bersertifikat tentunya memiliki nilai jual sebagaimana NJOP
yang berlaku didaerah, apabila belum dilakukan penilaian.
kk indah,,,bahannya saya co-pas ya,,,buat nambah wawasan,,trims
BalasHapusMbak indah, matur nuwun artikelnya untuk nambah pengetahuan, mhn iyin un ngopi pas, swn
BalasHapusterimakasih ya mbak indah, kebetulan saya sedang memerlukan artikel yang mbak indah tulis sebagai bahan pengetahuan saya, moga-moga mbak indah sukses selalu.
BalasHapusTerimakasih mbak indah, artikelnya sangat membantu.
BalasHapus