Selasa, 11 Februari 2014

PEMBERIAN HIBAH TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA KEPADA INSTITUSI PEMERINTAH ATAS SUATU KLAUSAL WAJIB IZIN DARI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH



PEMBERIAN HIBAH TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
KEPADA INSTITUSI PEMERINTAH ATAS SUATU KLAUSAL
WAJIB IZIN DARI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


INDAH RAMADHANY


ABSTRAK

Hibah tanah oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Otonom (Kabupaten/Kota), belum banyak dipahami secara aturan hukum, selama ini para pejabat aset di daerah dan keberadaan DPRD dengan fungsi pengawasannya terpaku dengan neraca akuntasi modal yang menitik beratkan pada pelepasan suatu aset tanah milik daerah akan mengurangi modal yang berimplikasi pada ketidakseimbangan, dan menjadi nilai negatif pada pemeriksaan pembangunan oleh Lembaga negara. Semua itu harus diluruskan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan, tidak hanya terkungkung dengan sebuah paradigma, melainkan wajib melihat pada aturan yang berlaku dan kepentingannya serta tidak menilai secara sepihak penafsiran gramatikal yang tidak menyeluruh.


PENDAHULUAN

Perkara hibah tanah dari Pemerintah Daerah kepada Institusi Pemerintah lainnya dalam hukum acara menekankan pada prosedur pelaksanaannya, adalah hal yang tidak logis segala sesuatu oleh aparat penegak hukum selalu dibawa keranah tindak pidana korupsi dan terkesan hanya menunjukkan ketidakbijakan suatu organ judisial selama ini di negara demokratis dan mengenyampingkan suatu unsur penyelidikan berdasarkan logika serta konstruksi normatif. Banyak sekali saat ini segala sesuatu diarahkan pada momok penegakan hukum yang tidak semestinya. Hibah tanah oleh Pemerintah Daerah tidak dapat dikatakan menuju ranah tindak pidana korupsi apabila dilaksanakan secara benar berdasarkan suatu akuntabilitas yang nyata dan sesuai aturan tidak akan ada suatu kerugian negara apalagi diserahkan juga kepada pihak pemerintah yang hanya berlainan wilayah, kecuali terjadi tumpang tindih fakta dimana penerima hibah membuat suatu keadaan penerimaan sebagai suatu pembelian, namun juga tidak logis dan memungkinkan demikian.
Keberadaan institusi Pemerintah lainnya di wilayah daerah, merupakan hal yang biasa seperti penempatan Tentara Nasional Indonesia untuk divisi Angkatan Laut pada wilayah daerah Kabupaten/Kota yang berada dipesisir wilayah, atau institusi Angkatan Darat yang wilayah daerahnya meliputi pegunungan dan dataran tinggi, termasuk pula institusi pemerintah lainnya yang melaksanakan tugas perbantuan di daerah. Sehubungan dengan kedudukannya dalam wilayah daerah institusi tersebut memerlukan adanya suatu tempat kedudukan yang jelas perihal hak atas tanah yang ditempati, selama ini kebanyakan diberikan suatu pinjam pakai melalui suatu perjanjian dengan Pemerintah Daerah. Adalah hal yang wajar dan pantas apabila terkait dengan keamanan wilayah daerah, keberadaan institusi diberikan suatu tempat terlebih pada persoalan rumah tempat tinggal yang layak bagi pelaksananya. Tentu Pemerintah Daerah tidak dapat menyediakan rumah hunian buat pelaksana kerja dari institusi pusat karena berbeda wilayah penggaran keuangan, yang dapat diberikan hanya berupa tanah melalui pelepasan aset daerah sebagaimana layaknya untuk tempat hunian dalam luasan dan lokasi yang ditentukan.
Ketika seorang Kepala Daerah berinisiatif menghibahkan sejumlah tanah pada lokasi tertentu, muncul dialektika yang membingungkan, seperti dari pejabat aset daerah akan sangat berat melepaskan aset daerah yang telah terinventarisir dalam data aset, sehubungan dengan melepaskan aset daerah ditafsirkan sebagai suatu pengurangan modal dan menjadi nilai negatif dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan juga menjadi pertanyaan mendasar dari BPK untuk sejumlah audit. Pada sisi demikian bagian pengelolaan aset daerah akan sangat menolak pemindahtanganan, selain itu akan muncul alasan mekanismenya yang sulit ditempuh melalui tahapan dan pelaporan berbagai macam bentuk. Apabila diperhatikan sebagaimana layaknya konsekuensi pekerjaan semestinya tidak disikapi demikian apabila ada aturan yang memberikan ruang untuk pelepasan aset, tidak perlu ada dialektika demikian. Pada tataran lainnya akan muncul pula argumen bahwa pelepasan aset daerah berupa tanah memerlukan persetujuan DPRD yang sulit dicapai, dan akan berpengaruh pada konstelasi politik di daerah. Apabila seorang Kepala Daerah memberikan suatu kebijakan pelepasan aset akan menjadi pertanyaan mengapa organnya didaerah seperti tidak bersedia melaksanakan perintah demikian. Padahal pemberian fasilitas bagi institusi secara minimal berupa aset tanah untuk perumahan pelaksana kerjanya merupakan kepentingan daerah, misal keberadaan TNI AL pada daerah wilayah pesisir akan memberikan keamanan berusaha bagi nelayan pesisir dari gangguan perompak atau bantuan penyelamatan terhadap situasi alam yang tidak memungkinkan.
Menurut Wahyudi Kumorotomo[1], bahwa dalam etika pembangunan dirumuskan bahwa tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk memperlancar proses pembangunan. Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien. Intinya menurut Wahyudi adalah seorang pejabat publik harus mampu menjadi agen-agen perubahan (Change agents). Lebih lanjut Wahyudi menyatakan bahwa wajar apabila para administrator pembangunan diberi hak-hak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan berdasarkan pertimbangan rasional untuk mengambil kebijakan administratif (administratif discreation) supaya pemerintahan berjalan secara efektif dan proyek-proyek pembangunan yang kerapkali membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat. Sayangnya para administrator tidak mengetahui bahwa mereka mengembang tugas yang berat yang harus selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Konsepsi Wahyudi memang terlihat sangat sosiologis, namun apabila dikaitkan dengan normatif hal demikian tidak juga dapat dikesampingkan, melainkan diperlukan penelaahan/analisis/kajian sebagaimana mestinya yang harus dilakukan organ pemerintahan untuk pencapaian suatu tujuan dengan melihat pada aturan yang berlaku. Terkait dengan persoalan pelepasan aset daerah berupa tanah kepada institusi pemerintah, perlu diuraikan agar menjadi terang dan dipahami kedudukannya dan perwilayahan dengan batas-batas yang jelas.

PEMBAHASAN
A.  Pengelola Barang Milik Daerah
             Diuraikan dalam hirarki Peraturan Perundang-Undangan dengan Dasar “Sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi” segala tindakan pemerintahan oleh Pejabat Pemerintah adalah Sah “rechmatigheid van bestuur”. Siapakah pengelola barang milik daerah, sebagaimana tertera pada ketentuan
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara pada Pasal 43 dan Pasal 44, sebagai berikut:
Pasal 43
(1)  Gubernur/bupati/walikota menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.
(2)  Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota.
(3)  Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

Pasal 44
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.


B.  Kewenangan Dalam Menghibahkan Tanah Oleh Pemerintah Daerah
Sering menjadi suatu pertanyaan dalam organ pemerintahan di daerah, terkait pemberian hibah tanah dalam urusan pemerintahan pemberian hibah tersebut atas kewenangan siapa? Sebagaimana telah ditentukan pada Pasal 49 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa aset tanah yang memang tidak dimanfaatkan oleh suatu SKPD wajib dikembalikan kepada Kepala Daerah, ketentuan ini mengembalikan fungsi bahwa sebenarnya pengelola barang milik daerah itu adalah Kepala Daerah, sebagaimana maksud ketentuan dalam Pasal 43 itu, adalah merupakan pelimpahan kewenangan dalam rangka pengelolaan yang bersifat mandat (sewaktu-waktu dapat dilakukan kebijakan oleh Kepala Daerah).
Adapun bunyi pasal 49 secara keseluruhan, adalah :
(1)  Barang  milik negara/daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2)  Bangunan milik negara/daerah harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
(3)  Tanah dan bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/ walikota untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
(4)  Barang milik negara/daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Pusat/Daerah.
(5)  Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
(6)  Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 49 sudah menjelaskan bahwa kewenangan itu bergantung pada kondisi tanah, manakala tanah didaerah yang tidak diperuntukkan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Bupati untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah.
Selanjutnya kita perhatikan pada ketentuan Pasal 49 ayat 6 yang mendelegasikan kepada Peraturan Kebijakan secara teknis dan administrasi. Adapun ketentuan dimaksud adalah PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dirubah dengan PP No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Dalam PP No. 6 Tahun 2006, pasal berkaitan adalah :

Pasal 5

(1)  Gubernur/bupati/walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah.
(2)  Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah mempunyai wewenang;
a.    menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b.    menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c.    menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;
d.    mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
e.    menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
f.     menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(3)  Sekretaris daerah adalah pengelola barang milik daerah.
(4)  Pengelola barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab:
a.    menetapkan pejabat'yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
b.    meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
c.    meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;
d.    mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh gubernur/bupati/walikota atau DPRD;
e.    melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah;
f.     melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.

Sesuai dengan kedudukan tanah, Bupati/Walikota  sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang  milik daerah memiliki kewenangan untuk menghibahkan atau tidak menghibahkan. Hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 6 Pemendagri No. 17 Tahun 2007, yang berbunyi :

(1) Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, mempunyai wewenang :
a.   menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b.   menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c.   menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah;
d.   mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e.   menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik Daerah sesuai batas kewenangannya; dan
f.    menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.

Apabila Bupati/Walikota berkeinginan memindahtangankan tanah dengan cara menghibahkan, dan hibah merupakan salah satu cara dari pemindahtanganan dan pemindahtanganan merupakan salah satu dari bentuk tindak lanjut atas penghapusan aset, yang perlu dipahami adalah :
1.    Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
2.    Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah.
3.    Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

C.  Kedudukan Persetujuan DPRD
Ada satu pasal yang memerlukan suatu pemahaman lanjutan dan hal itu sudah ditentukan dalam ketentuan UU No. 1 Tahun 2004 sebagaimana tertera dalam Pasal 45, bahwa :
(1)  Barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.
(2)  Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Ketentuan Pasal 45 ini, berkaitan dengan izin DPR/DPRD menimbulkan polemik ketika, orang hanya mengingat cuma pasal tersebut tetapi tidak membaca dan mengingat adanya ketentuan pasal lanjutan. Telah dijelaskan sebagaimana kelanjutannya pada Pasal 47, sebagai berikut :
(1) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:
a.   pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b.   tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:
1). sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
2). harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3).  diperuntukkan bagi pegawai negeri;
4).  diperuntukkan bagi kepentingan umum;
5).  dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
c.   Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.

Jelas dan lugas bahwa Pasal 47 ayat (1) huruf b menunjukkan suatu pengecualian.
  
D.  Mekanisme Hibah Tanah Oleh Kepala Daerah Kepada Institusi Pemerintah

Dalam pembahasan ini dikemukakan suatu kondisi (contoh) hibah yang dilakuakan kepala daerah tingkat II otonom kepada institusi pemerintah lainnya, sebagai berikut :

1.   Hibah yang dilakukan oleh Kabupaten Sumba dalam sebuah berita[2] :

Pemerintah daerah Sumba Barat Daya (SBD) mengibahkan 4 hektare tanah miliknya kepada TNI Angkatan Udara. Tanah yang berlokasi di Desa Kahale, Kecamatan Kodi Balaghar, SBD itu akan dibangun Detasemen TNI AU Tambaloka. "Dengan dihibahkannya tanah tersebut, ke depan TNI AU akan mengembangkan matra udara di wilayah Sumba Barat Daya," ujar Kepala Dinas Fasilitas dan Konstruksi (Kadisfaskonau), Marsma TNI Mukhtar Lutfi, seperti dikutip Suara Karya dari siaran pers Dinas Penerangan TNI AU (Dispenau) di Jakarta, Senin (11/2).

2.   Hibah yang menjadi polemik di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan[3].
     
            Dalam konstelasi penghibahan oleh Bupati Kotabaru kepada TNI AL sehubungan adanya permohonan dari TNI AL, untuk rumah dinas bagi anggota TNI AL dan pejabat yang ditugaskan diwilayah perairan Kabupaten Kotabaru yang secara langsung secara geografis terhubung kelaut lepas dan menuju perairan Negara Filipina dan secara khusus adalah wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tataran pelaksanaan banyak kendala yang dihadapi atas permintaan hibah tanah tersebut yang utama adanya friksi dimana LSM, dan DPRD menyatakan wajib melalui persetujuan DPRD sehingga pejabat aset daerah menjadi lemah dalam pengambilan kebijakan. Pada dasarnya kebijakan Bupati tidak lain adalah demi menjaga stabilitas daerah dan kenyamanan nelayan dilaut serta menjaga hubungan kemitraan yang strategis, selain itu berdekatan dengan lokasi terdapat pembangkit listrik yang menerangi daerah Pulau Laut tentu memiliki nilai yang vital bagi kelangsungan pembangunan di daerah, pemberian hibah tanah dari luasan wilayah yang merupakan seperempat dari Kalimantan Selatan adalah hal yang bijaksana. Dalam konteks ini penulis memuat penjelasan dari suatu pertanyaan yang dikemukakan sebagai berikut, dijelaskan :


1.    Apa yang menjadi dasar pelaksanaan hibah ?

Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, kenapa beracuan ke regulasi bukan legislasi, karena Permendagri ini merupakan peraturan pelaksanaan yang memang memiliki hirarkis turunan dari UU dan PP yang telah ditetapkan.

Hibah disini bukan hibah dalam bentuk uang atau barang yang dianggarkan dalam APBD untuk selanjutnya diserahkan kepada penerima hibah, melainkan hibah dalam bentuk tanah yang terdaftar sebagai aset daerah. Kapanpun Kepala Daerah dapat menghibahkannya melalui suatu penetapan dengan tidak tergantung pada tahun anggaran sebagaimana dimaksud apabila hibah barang yang menyangkut dengan pengadaan barang tersebut berdasarkan penganggaran dalam tahun berjalan. Jadi patut dicermati bahwa Mendagri No. 900/2677/SJ Tentang Hibah dan Bantuan Daerah sebagaimana tertera dalam SE tersebut menyatakan …..maka instrumen pemberian hibah dan bantuan terdiri atas : Hibah, Bantuan Sosial dan bantuan keuangan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan daerah dan ketentuan perundang-undangan. Atau dinyatakan sebagai Hibah dalam bentuk Barang Modal dianggarkan dalam bentuk Program dan Kegiatan oleh SKPD dalam Kelompok Belanja Langsung. Sebab dalam SE tersebut tercantum :

Bantuan Sosial dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang sebagai berikut :
a.    Bantuan sosial dalam bentuk uang dianggarkan oleh PPKD dalam Kelompok Belanja Tidak Langsung dan disalurkan melalui Transfer dana kepada penerima bantuan.
b.    Bantuan sosial dalam bentuk barang dianggarkan dalam bentuk Program dan Kegiatan SKPD dalam Kelompok Belanja Langsung. Proses pengadaan barang tersebut dilakukan oleh SKPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan selanjutnya hasilnya diserahkan kepada penerima bantuan melalui penyerahan aset oleh pemerintah daerah.

Sudah jelas pada poin b adanya proses pengadaan barang atau dalam kalimat aturan kebijakannya “tanah yang dari sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran. Jelas bahwa tanah yang akan dihibahkan kepada TNI AL tidaklah barang yang diadakan lagi.


2.    Apakah tanah sedang/akan digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsi pemerintahan di daerah? Tidak

3.   Bagaimana kedudukan tanah ?

Tahun 2001 Bupati Kotabaru meminjampakaikan tanah tersebut hingga sekarang masih dalam kedudukan pinjam pakai oleh TNI AL.  dan telah dibangun RumdisJab Danlanal. Kedepannya maunya akan dibangun untuk anggota, karena banyak anggotanya yang menyewa rumah di Kabupaten Kotabaru, sehingga inkam pendapatan mereka akhirnya tersedot membayar uang sewa rumah pribadi.

4.   Memperhatikan pada ketentuan Pasal 45 ayat (1) dan (2) proposisinya menunjukkan yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.

Pertanyaannya :
  1. Apakah Rumdis bagi TNI AL diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas pemerintahan?

Benar sesuai penyebutan Rumah Dinas Jabatan artinya diperuntukkan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan.

  1. Apakah tanah dimaksud sebelum dibangun Rumdis dimanfaatkan untuk tugas pemerintahan Kabupaten Kotabaru?

secara logika kenapa bisa terbangun ditempat itu Rumdisjab Danlanal pada waktu lalu, karena tidak dipergunakan untuk pelaksanaan tugas pemerintahan Kabupaten Kotabaru. Memang apabila diperhatikan secara Gramatikal dari bunyi Pasal 45 ayat (1) menunjukkan kepentingan negara/daerah dalam kedudukannya adalah satu kesatuan fungsi yakni pemerintahan. Ketika tanah itu diperuntukkan dalam fungsi Rumdisjab Danlanal proposisinya hanya tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak non pemerintah.

5.  Apakah Rumdis bagi TNI AL nanti merupakan kepentingan negara/daerah ?

benar merupakan kepentingan negara dan daerah dimana pengambil kebijakan pada satuan pertahanan negara yang melindungi kawasan pada lokasi wilayahnya harus berada pada wilayah daerah yang dilindunginya.

6.   Terkait dengan Pemindahtanganan bunyi Pasal 45 ayat (2) salah satunya dilakukan dengan dihibahkan.

Pertanyaannya :
  1. Apakah Pemerintah Daerah Kab. Kotabaru dapat menghibahkan atas permohonan hibah dari institusi pertahanan negara (Pemerintah) ? 

Pada proposisi ketentuan pasal 45 ayat (1) kedudukan tanah sudah diperuntukkan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan dan yang memohon adalah (pemerintah) bukan non pemerintah atau peruntukkan lainnya, maka dinyatakan dapat dihibahkan.

  1. Apakah bunyi “setelah mendapat persetujuan DPRD” merupakan suatu keadaan tidak dapat diinterpretasi yang lain ?

Benar aturan dibuat ketat tidak dapat diinterpretasi lain dan merupakan suatu kewajiban “Kecuali” ada bunyi lanjutan dari interpretasi tersebut.

  1. Apakah ada interpretasi lain selain bunyi akhir kalimat Pasal 45 ayat (2)?

Ada yakni Pasal 47 ada memerintahkan suatu pengecualian : Ayat (1) huruf a menunjukkan persetujuan DPRD dilakukan untuk pemindahtanganan tanah, selanjutnya huruf b dikecualikan :
a.   pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b.   tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang:
1). sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
2). harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3).  diperuntukkan bagi pegawai negeri;
4).  diperuntukkan bagi kepentingan umum;
5).  dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
c.   Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

7.   Ketentuan huruf b merupakan alternatif dari 5 (lima) buah pilihan presisi ayat.

Pertanyaannya :

  1. Apakah TNI termasuk Pegawai Negeri ?

Berdasarkan ketentuan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pada Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa :
(1) Pegawai Negeri terdiri dari :
a.   Pegawai Negeri Sipil;
b.   Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c.   Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian maka ketentuan Pasal 47 ayat (1) hurub b angka 3 terpenuhi, dimana peruntukkan tanah hibah untuk Rumdisjab TNI AL yang merupakan Pegawai Negeri.

  1. Apakah diperuntukkan bagi kepentingan umum?

Secara logika benar apabila diruntut dengan cermat, bahwa keberadaan pangkalan TNI AL pada daerah tersebut berkaitan dengan sarana PLTU yang diamankan sebagai sumber energi listrik bagi masyarakat di Kabupaten Kotabaru, selain itu untuk pertahanan keamanan wilayah di Kabupaten Kotabaru keberadaan Rumdisjab yang serta merta sebagai wadah bagi pengendalian komando pertahanan wilayah merupakan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.


Dengan demikian sepanjang diperintahkan oleh UU tidak ada kewajiban bagi Pemerintah Daerah Kotabaru untuk meminta persetujuan DPRD tanpa merendahkan derajat Badan Legislatif DPRD sebab yang menetapkan UU No. 1 Tahun 2004 juga merupakan persetujuan bersama antara Pemerintah dan DPR, artinya sudah memahami kedudukannya dari persoalan yang dimanifestasikan kedepan, seperti halnya pemberian hibah tanah kepada TNI AL dalam hal ini yang kedudukannya juga sesama Pemerintah, selain itu ditunjang dari ketentuan UU. Dari 5 (lima) alternatif pilihan kewajaran pelaksanaan hibah terpenuhi dua ketentuan yang sebenarnya salah satu pun dari 2 pilihan berkaitan sudah mencukupi.

Untuk lebih jelasnya perhatikan pada ketentuan berikut dari PP No. 6 Th. 2006 :

BAB X
PEMINDAHTANGANAN

Bagian Pertama
Bentuk-Bentuk dan Persetujuan

Pasal 45
Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:
a.    penjualan;
b.    tukar Menukar;
c.    hibah;
d.    penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.

Pasal 46

(1)  ……..
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 untuk:
a.    tanah dan/atau bangunan;
b.    selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD.
(3) Pemindahtanganan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPR/DPRD, apabila:
a.    sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b.    harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c.    diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d.    diperuntukkan bagi kepentingan umum;
e.    dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang­undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Pasal 48

(1) ………….
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilakukan' oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.

Perhatikan pula pada Penjelasan Pasalnya :

Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
-        Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah artinya pada lokasi tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan.
-        Tidak sesuai dengan penataan kota artinya alas tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah dirriaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.

Huruf b
Yang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran.

Huruf c
Yang dimaksud dengan tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi pegawai negeri adalah:
-     tanah dan/atau bangunan, yang merupakan kategori rumah negara golongan III.
-     tanah, yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri. (ini ketentuan untuk pembangunan Perumahan PNS Kotabaru yang juga sedang dibangun saat ini/legalitasnya jelas).

Huruf d
Yang dimaksudkan dengan kepentingan umum adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan.
Kategori bidang-bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain sebagai berikut:
-      jalan umum, jalan .tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;
-      waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
-      rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
-      pelabuhan atau bandar udara atau stasiun kereta api atau terminal;
-      peribadatan;
-      pendidikan atau sekolah;
-      pasar umum;
-      fasilitas pemakaman umum;
-      fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
-      pos dan telekomunikasi;
-      sarana olahraga;
-      stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik;
-      kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga internasional dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
-      fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
-      rumah susun sederhana;
-      tempat pembuangan sampah;
-      cagar alam dan cagar budaya;
-      pertamanan;
-      panti sosial;
-      pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

Huruf e
Barang milik negara/daerah yang ditetapkan sebagai pelaksanaan perundang-undangan karena adanya keputusan pengadilan atau penyitaan, dapat dipindahtangankan tanpa memerlukan persetujuan DPR.


PP No. 6 Tahun 2006 sudah sangat jelas memuat ketentuan dimaksud untuk melaksanakan hibah oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru kepada pihak TNI AL baik peruntukkannya telah sesuai pula.


E.   MEKANISME HIBAH TANAH DARI PEMKAB KOTABARU KEPADA TNI AL

Data yang diperoleh dalam pelaksanaan hibah tanah, pada pengelola barang dalam hal ini Bupati dengan pertimbangan Hibah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan yaitu hibah antar tingkat Pemerintahan dan barang yang dihibahkan merupakan barang bukan rahasia daerah, tidak menguasasi hajat hidup orang banyak, serta tidak sedang digunakan dalam pelaksanaan tugas pemerintahan daerah.

1.   TNI AL membuat permintaan hibah disampaikan kepada Bupati disertai penjelasan dan data dukung berkaitan dengan :
      a.   alasan permintaan hibah;
      b.   rincian peruntukkan;
      c.   jenis/spesifikasi;
      d.   lokasi/data teknis;
      e.   hal-hal yang dianggap perlu.

2.   Bupati dapat[4] membentuk tim, terdiri :
      a.   Sekda (unsur pengelola barang);
      b.   Pengguna Barang;
      c.   dapat mengikutsertakan instansi/lembaga teknis yang kompeten.

      Tugas Tim
a.    Melakukan penelitian kelayakan alasan/pertimbangan permintaan hibah;
b.    Mengumpulkan data administrasi :
1). Data tanah
      -     status dan bukti kepemilikan;
      -     gambar situasi/lokasi tanah;
      -     luas dan peruntukkan.
2).  Apabila diperlukan melakukan penelitian fisik atas tanah yang akan dihibahkan untuk mencocokkan data administratif yang ada.

3.   Dalam hal tanah belum dilakukan penilaian :
-     Bupati menugaskan penilai, baik bagian perlengkapan atau SKPD terkait untuk melakukan penilaian aset tanah tersebut atau meminta penilai independen.
-     Hasil penilaian dilaporkan kepada Bupati melalui Tim, dalam bentuk laporan dan Berita Acara Penelitian.

4.   Tim yang dibentuk Bupati menyampaikan hasil penelitian kepada Bupati selaku Kepala Daerah.

5.   Berdasarkan hasil penelitian Tim dan data administrasi tanah, Bupati membuat keputusan perihal persetujuan usulan hibah atau penolakan permohonan hibah dengan alasannya.

5.   Dalam hal usulan hibah disetujui, Bupati menetapkan Keputusan Pelaksanaan Hibah yang sekurang-kurangnya memuat :
      a.   penerima hibah;
      b.   objek hibah (detail tanah);
      c.   nilai tanah; dan
      d.   peruntukkan tanah;

6.   Berdasarkan keputusan pelaksanaan hibah, Bupati melakukan serah terima tanah kepada penerima hibah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang dan naskah hibah. (untuk pengaturan pelaksanaan pemindahtanganan melalui bentuk hibah merupakan tugas dari Sekretaris Daerah).

7.   Berdasarkan berita acara serah terima barang dan naskah hibah, Bupati selaku pemegang kekuasaan pengelolaan  barang daerah melaksanakan penghapusan Barang Milik Daerah dari Daftar Barang Milik Daerah dengan menerbitkan Keputusan Penghapusan Barang.

8.   Keputusan Penghapusan Barang tersebut dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri.

            Dalam pelaksanaan hibah, tentunya pejabat pelaksana hibah mendapatkan reward secara administrasi untuk tugasnya, walaupun merupakan pengurangan modal yang terjadi, untuk penganggaran kegiatan pelaksanaan hibah dapat dianggarkan melalui revisi anggaran atau dimasukkan pada anggaran perubahan.
                                                                 
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.    Dalam aturan normatif pemberian hibah tanah oleh Kepala Daerah tingkat II Otonom dtentukan ada yang wajib melalui persetujuan DPRD dan ada yang dikecualikan, dengan demikian pihak-pihak terkait sepatutnya kembali pada aturan yang telah disepakati dan memahaminya agar tidak menimbulkan suatu dialektika yang salah dan mengakibatkan segala tindakan pemerintahan selalu dianggap salah.
2.    Aset berkurang adalah suatu kewajaran dalam hal hibah ditujukan kepada Pemerintah dengan peruntukkan yang telah diatur dalam aturan hukum.
3.    Dalam konteks kasus Pemberian Hibah Bupati Kotabaru kepada TNI AL, Landasan hukum “norma” sangat jelas  tidak ada multitafsir bahkan sampai kepada penjelasannya memuat kedudukan pemberian hibah untuk kepentingan TNI, demikian pula perihal persetujuan DPRD sudah ada diatur kualifikasinya jadi jangan mengadakan suatu ketentuan lain selain yang diatur dalam UU, ini sebenarnya yang dimaksud Pejabat menjustifikasi dimana aturan hukum memperbolehkan dan mengkualifikasi yang mana harus persetujuan dan yang tidak perlu persetujuan, kita justifikasi total harus persetujuan. Kiranya kita harus ingat yang membuat UU juga pihak legislatif DPR jadi juga akan dipahami oleh DPRD sebagai bagian dari suatu persetujuan DPRD atas yang sudah ditetapkan.


B.  Saran
1.    Apabila dinyatakan akan menjadi justifikasi bagi instansi/organisasi non Pemda untuk memohon hibah, Justifikasi itu bukan dari Pemda tetapi dari aturan hukum memang memuat ketentuan tersebut dan bagaimana kualifikasinya saja yang harus diperhatikan/Negara telah mengaturnya.
2.    Untuk teknis pelaksanaan tentunya mengacu pada Peraturan Menteri, apabila SKPD menganggap ini suatu hal yang panjang prosesnya tidak juga dalam suatu mekanisme administrasi demikian ditafsirkan sebagaimana tugas yang diemban oleh seorang pejabat wajib melaksanakannya sebagai bentuk pengabdian, hal demikian harus dinilai dengan baik dan jangan dijadikan suatu polemik dan menjauh dari suatu urusan pemerintahan.
3.    DPRD melalui bagian hukumnya wajib menilai aturan terlebih dahulu sebagaimana fungsi pengawasannya tidak boleh secara langsung membawanya seperti ranah politis, pada fungsi pengawasan DPRD wajib menempatkan diri kedalam ruang normatif.



DAFTAR PUSTAKA

Latief, Abdul. 2006. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada Pemerintah Daerah. Jogjakarta: UII Press.
Kumorotomo, Wahyudi . 2005. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Press.









[1] Wahyudi Kumorotomo, 2005. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 107
[2]http://garudamiliter.blogspot.com/2013/02/tni-au-terima-hibah-tanah-pemda.html
[3]Data diperoleh melalui Kepala Bagian Hukum dan HAM H. A. Fitriadi FAZ dan Penjelasan diperoleh dari Staf Ahli Bupati pada Bidang Hukum Achmad Faishal.
[4] Kata Dapat sebagaimana diatur dalam Permendagri 17 Tahun 2007 tentang tata cara hibah, artinya bergantung dengan keperluannya, apabila tanah itu sudah memiliki data dukung penilaian tidak perlu lagi atau memang layak dihibahkan. Pasal 50 Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah. Note: Apakah tanah yang akan dihibahkan sudah memiliki nilai dalam daftar aset daerah, apabila sudah tidak perlu lagi dilakukan penilaian, seperti halnya apabila tanah telah bersertifikat tentunya memiliki nilai jual sebagaimana NJOP yang berlaku didaerah, apabila belum dilakukan penilaian.

4 komentar:

  1. kk indah,,,bahannya saya co-pas ya,,,buat nambah wawasan,,trims

    BalasHapus
  2. Mbak indah, matur nuwun artikelnya untuk nambah pengetahuan, mhn iyin un ngopi pas, swn

    BalasHapus
  3. terimakasih ya mbak indah, kebetulan saya sedang memerlukan artikel yang mbak indah tulis sebagai bahan pengetahuan saya, moga-moga mbak indah sukses selalu.

    BalasHapus
  4. Terimakasih mbak indah, artikelnya sangat membantu.

    BalasHapus